Bun, bagaimana sikap Bunda seandainya anak kita di sekolah
diajari jadi pembantu? Ditanggapi secara positif atau negatif bun? Beberapa
waktu lalu ada seorang wali murid yang entahlah enggak tahu itu namanya, entah
kesal atau gimana setelah bercakap-cakap dengan seorang guru, tiba-tiba
berkata, “Kalau begitu anakku jadikan pembantu ja, enggak usah sekolah.”
Usut punya usut ternyata sebelumnya mereka bercakap-cakap
tentang perkembangan anak. Sang guru mengatakan bahwa si anak ini memang untuk
kemampuan calistungnya masih kurang, namun kemampuan bersosialisasinya sangat
bagus, mudah bergaul dan punya rasa empati yang tinggi terhadap lingkungan dan
teman-temannya. Suka membantu sesama, teman ataupun gurunya. Mendengar
penjelasan sang guru, Ibu wali murid tadi justru marah dan salah sangka kalau
anaknya sering disuruh bantuin ini dan itu dan menganggap sang anak
diperlakukan seperti pembantu. Orang sekolah kok malah disuruh ini itu enggak
dibelajari biar pintar, bisa baca, nulis dan hitung.
Hmm... gimana ya cara ngejelasinnya. Bukannya sok ngeremehin
tapi ini juga berkaitan dengan latar belakang pendidikan orang tua. Lebih susah
kayaknya memberitahu orang yang kurang mau belajar dan mendengarkan. Mungkin
tidak asing lagi bagi mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan, bahwa ada
banyak sekali kecerdasan. Tidak hanya sebatas kecerdasan intelektual semata dan
salah satunya adalah kecerdasan emosi dan spiritual. Bahkan digadang-gadang dua
kecerdasan ini akan lebih menentukan kesuksesan seseorang daripada kecerdasan intelektual.
Sebenarnya yang membuat saya tertarik dari kejadian ini
adalah hikmah dibalik pembelajaran jadi pembantu. Saya rasa sang guru tak
berniat menjadikan atau mengajari sang anak jadi pembantu. Karena ini hanya
berupa anggapan orang tua yang merasa anaknya diperlakukan seperti itu.
Bukankah kalau si anak suka membantu orang lain, perhatian,
punya simpati dan empati pada sesama, akan sangat baik untuk perkembangannya.
Justru jika anak bersikap demikian, ini merupakan kesempatan yang bagus bagi orang tua ataupun guru untuk mengarahkan
dan membimbing potensi anak lebih berkembang lagi.
Pembelajaran atau membiasakan anak membantu orang lain,
teman, ataupun guru di sekolah bisa jadi
malah membantu orang tua di rumah agar
anak terbiasa mandiri, mengerjakan minimal pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya. Misal merapikan tempat tidurnya sendiri, mau mencuci pakaian atau
tempat makannya. Nah kalau sudah begini siapa coba yang merasa terbantu? Pada
akhirnya orang tua juga kan yang merasa senang karena anaknya mau membantu
beres-beres rumah atau pekerjaan orang tua. Di mana anak zaman sekarang susah
kalau dimintai tolong mengerjakan pekerjaan rumah atau bantuin pekerjaan orang
tua. Apalagi kalau sudah lengket sama apa itu perangkat digital. Haduh...
berasa dunia milik sendiri enggak ada yang boleh ganggu. Kalau anak sudah
begini harus mulai waspada bun. Bahaya!
Nah sedikit berbagi pengalaman tentang kecerdasan emosi
ya... sebenarnya tidak cara yang paling ampuh untuk mengajarkan kecerdasan
emosi ke anak selain dengan cara teladan orang tua. Ini cara paling efektif dan
ampuh untuk dilakukan, menurut saya. Apalagi kalau diterapkan untuk anak usia
dini. Penting banget... Bunda bisa tuh mulai dari mengenalkan jenis-jenis emosi
dan ekspresinya. Seperti emosi marah, senang, takut, sedih dan lain sebagainya.
Kemudian bisa dilanjut dengan membacakan cerita yang berkaitan dengan
pengelolaan emosi. Saya biasanya
menggunakan media gambar dan buku sebagai alat bantu dalam bercerita. Biar
lebih mengena dan diingat anak.
Media seperti ini banyak kok Bun dijual dipasaran, namun
untuk lebih amannya belilah di tempat atau distributor yang memang dah expert
dibidang itu. Seperti buku-buku yang sudah terpercaya layaknya halo balita,
seri telaan rasulullah dan cerdas sosial emosianal. Buku-buku tadi sangat bagus
dan recommend untuk mengasah kecerdasan emosi anak.
Kunci dari ini semua adalah keteladanan orang tua. Anak ibarat
cermin orang tuanya. Jika orang tua mampu memberikan keteladan yang baik dalam
pengelolaan emosi dan apapun hal itu,
insyaallah proses mendidik anak pun akan diberi kemudahan. Semoga jadi anak
sholeh dan sholehah, amiin.
Benar sekali, kecerdasan anak sangat berbeda-beda. Dan kebanyakan orang tua menginginkan kecerdasan kognitif satu satunya target dalam sekolah. Padahal masih banyak kecerdasan lainnya. Sulit sekali memahamkan pada orang tua jika si anak jangan dipaksakan sesuai kehendaknya. Kebetulan saya seorang guru sering menemui orang tua yang menginginkan kecerdasan kognitif yang utama. Padahal anak tersebut punya kecerdasan afektif dan psikomotor yang baik loh tapi dipaksa rangking satu hehe.
BalasHapusiya bun...jadi serba salah kalau gini. ya semoga banyak orang tua yang sadar akan hal ini. membiarkan anak berkembang sesuai potensinya. tugas kita sebagai ortu mengarahkan, membimbing dan mendampingi
HapusThe 15 Best Las Vegas Casinos with Slot Machines - MapYRO
BalasHapusLas Vegas, Nevada. The casino has 충청남도 출장샵 over 1,400 slot machines and over 태백 출장안마 2,700 table 천안 출장마사지 games 광명 출장샵 including blackjack, roulette, poker, 여수 출장안마 craps,