Langsung ke konten utama

Menulis, Sarana untuk Melayakkan Diri

Banyak hal memang yang bisa dilakukan sebagai sarana untuk melayakkan diri, sebagai pengembangan diri, pengembangan karir atau pengembangan profesi. Salah satu caranya adalah dengan menulis. Ya menulis, seseorang bisa mengembangkan profesinya atau meningkatkan jenjang karirnya dengan menulis. Seperti membuat karya ilmiah, penelitian maupun artikel yang dibuat untuk media cetak.

Kegiatan seperti ini juga berlaku untuk para pustakawan. Suatu profesi yang masih dipandang sebelah mata dan belum dikenal oleh masyarakat banyak. Kalau kang Emil, walikota Bandung sering mengatakan bahwa untuk jadi seorang pemimpin, pejabat itu harus punya mental pembantu dan pelayan. Maka hal itulah kiranya yang harus ada pada diri seorang pustakawan. Ya mereka harus belajar melayani dan membantu   masyarakat sebagai mana jiwa seorang pustakawan yang harus melayani dan membelajarkan diri sepanjang hayat sebagai pusat sumber informasi dan literasi.

Saat ini menulis menjadi faktor kunci bagi pengembangan profesi pustakawan yang berbasis literasi. Bagaimana tidak, karena untuk meningkatkan jabatan fungsional seorang pustakawan dituntut untuk menulis karya ilmiah, penelitian ataupun menulis artikel yang dimuat di media cetak. Seorang pustakawan juga harus memiliki kemampuan menyampaikan gagasan secara lisan dan tertulis dalam berbagai  konteks keilmuan.

Kemampuan ini merupakan salah satu bentuk upaya dari perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan informasi serta merupakan suatu komitmen dari seorang pustakawan untuk memberikan layanan yang prima dan unggul. Perwujudan layanan ini dimulai dari 5M. Mulai dari sekarang, mulai dari senyuman, mulai dari diri sendiri, mulai dari merubah mindset dan mulai belajar sepanjang hayat. Oleh karena itu semua pustakawan dituntut untuk mencintai dan bangga terhadap profesinya yang kelak di masa depan, profesi pustakawan akan menjadi rebutan.

Seperti yang dijelaskan di buku Pengembangan Profesi Pustakawan Berbasis Literasi ini. Didalamnya banyak sekali dibahas tentang seluk beluk dan strategi dalam pengembangan kemampuan seorang pustakawan yang tentunya berbasis kemampuan menulis, meneliti dan menyusun karya tulis maupun karya ilmiah. Bagus kiranya buku ini untuk dibaca semua orang terlebih lagi bagi pustakawan, para pendidik, dewan guru, kepala sekolah dan lembaga pendidikan ataupun dinas pendidikan untuk mengembangkan profesi pustakawan. Buku ini akan membuka mata masyarakat tentang profesi pustakawan yang selama ini dipandang sebeah mata. Membaca ini buku akan membuat Anda melek terhadap profesi pustakawan yang tak kalah berjasanya dengan profesi yang lainnya. Ya pustakawan seorang penjaga ilmu dan peradaban dunia.


Selamat membaca dan semangat memiliki.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keutamaan Ibu Rumah Tangga dalam Islam

Menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Sesuatu yang saat ini masih dipandang sebelah mata. Berdaster tubuh enggak ke urus, hanya berkutat dengan urusan dapur, rumah dan anak adalah ciri khas yang selalu melekat pada sosok ibu rumah tangga. Pandangan seperti inilah yang terkadang membuat seorang ibu rumah tangga menjadi tak percaya diri. Mereka merasa tak berpenghasilan dan tak mampu berdiri sendiri seperti layaknya wanita karir. Berbeda halnya dengan pandangan Islam, dalam Islam justru menjunjung tinggi seorang wanita atau ibu yang tinggal di dalam rumah, termasuk di sini adalah ibu rumah tangga. Masalah menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir itu hanyalah sebuah eksistensi. Merupakan bentuk pengaktuailsasikan diri untuk mendapatkan sebuah pengakuan atas kehadiran diri. Antara wanita karir dan ibu rumah tangga pun sama-sama punya peluang yang sama untuk mengaktualisasikan diri. Wanita karir dengan pekerjaannya dan ibu rumah tangga pun bisa dengan melakukan sesuatu ya...

Masihkah Merasa Tabu Mengajari Sex Education untuk Anak

Beberapa waktu lalu lagi heboh dengan pemberitaan buku bacaan anak yang terdapat konten pendidikan sex. Dan ini membuat beberapa pihak ada yang merespon positif, ada juga yang kurang berkenan. Di sisi lain juga banyak yang menanggapinya jauh lebih bijak. Memang tidak salah mengajari sex education untuk anak, cara penyampaiannya saja mungkin yang harus lebih santun. Bahkan sex education itu sendiri memang harus diajarkan di usia dini agar anak paham, tidak salah mengartikan dan sebagai goalnya anak mampu untuk menjadi dirinya. Namun masih ada juga dikalangan masyarakat atau orangtua yang berpikir mengajarkan sex education merupakan hal yang tabu. Perlu dipahami terlebih dahulu oleh para orangtua bahwa sex education itu bukan hanya masalah hubungan intim, namun mencakup hal yang lebih luas. Mengenalkan anggota tubuh dan fungsinya, mengenalkan jenis kelamin, memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan juga merupakan bagian dari  sex education. Menurut dr. Boyke ada b...

Belajar Jadi Pembantu di Sekolah

Bun, bagaimana sikap Bunda seandainya anak kita di sekolah diajari jadi pembantu? Ditanggapi secara positif atau negatif bun? Beberapa waktu lalu ada seorang wali murid yang entahlah enggak tahu itu namanya, entah kesal atau gimana setelah bercakap-cakap dengan seorang guru, tiba-tiba berkata, “Kalau begitu anakku jadikan pembantu ja, enggak usah sekolah.” Usut punya usut ternyata sebelumnya mereka bercakap-cakap tentang perkembangan anak. Sang guru mengatakan bahwa si anak ini memang untuk kemampuan calistungnya masih kurang, namun kemampuan bersosialisasinya sangat bagus, mudah bergaul dan punya rasa empati yang tinggi terhadap lingkungan dan teman-temannya. Suka membantu sesama, teman ataupun gurunya. Mendengar penjelasan sang guru, Ibu wali murid tadi justru marah dan salah sangka kalau anaknya sering disuruh bantuin ini dan itu dan menganggap sang anak diperlakukan seperti pembantu. Orang sekolah kok malah disuruh ini itu enggak dibelajari biar pintar, bisa baca, nul...