
Sekian lama menunggu Allah pun menjawab doa kami. Ya bunda
hamil, bunda mengandungmu. Bukan perkara mudah buat bunda, mengandungmu selama
sembilan bulan. Dan mungkin inilah hal yang sama yang dialami perempuan –
perempuan lain yang baru pertama kali mengandung. Selama sembilan bulan tak
sesendok makanan pun yang mau bersarang diperut. Semua makanan yang bunda makan
selalu saja muntah. Hanya air putih dan kerupuklah yang mau berdiam diri di
perut. Walaupun tak semua perempuan mengalami hal seperti itu. Bunda tetap
bersyukur dan berdoa agar selama mengandung, diri ini tetap kuat dan bisa makan layaknya orang
– orang hamil pada umumnya. Ini demi kamu nak, putri kecilku, malaikat kecilku.
Menjelang detik – detik kelahiranmu pun tak kalah
fenomenalnya dengan waktu Bunda mengandungmu. Entah Bunda yang tak tahan dengan
rasa sakit atau memang seperti ini
rasanya ketika mau melahirkan. Banyak orang yang menganggap tak tahan dengan
rasa sakit atau apalah itu namanya. Bunda hanya berpikir ini adalah
pengalaman pertama yang baru akan melahirkanmu. Menahan rasa sakit yang datang dan pergi hingga tak sanggup berdiri menjelang kelahiranmu.
3 Januari 2015 tepatnya 12 Robiul Awwal 1436H (bersamaan
dengan tanggal lahir Nabi Muhammad), pukul 16.46 WIB terdengar suara tangisanmu
didunia.
Hati ini langsung terasa cesplong kalau kata orang jawa
melihat kehadiranmu. Kata orang – orang melahirkan anak perempuan memang lebih
sakit dari pada anak laki – laki. Mungkin karena mereka main dulu didalam… ada – ada saja,
tapi Bunda tetap bersyukur apapun itu. Terbayar sudah rasa sakit ini dengan
adanya dirimu. Tangisan manjamu, rona wajahmu, raut muka kecilmu, kaulah putri
kecilku, malaikat kecilku.
Bunda tahu nak, ini tak seberapa, perjuangan sesungguhnya
adalah mendidikmu, merawatmu, menjadi ibu terbaik untukmu, kaulah madrasah baru
buat Bunda. Engkaulah madrasah kehidupan Bunda yang sesungguhya, kau mengubah
segalanya di setiap sendi – sendi kehidupan Bunda.
Perjuanganpun dimulai, harus belajar banyak hal dari dan
untuk mu, belajar bagaimana menyusuimu, belajar menggendongmu, mengganti
popokmu, memandikanmu sampai belajar menenangkanmu kala engkau menangis. Rasa
lelah, jenuh, shock dengan keadaanpun pernah mendera tubuh ini. Mungkin inilah
yang dinamakan dengan syindrom baby blues yang sering dialami oleh wanita pasca
melahirkan.
Bagaimanapun keadaannya hidup harus terus berjalan. Bunda tak ingin
menyerah, kau benar – benar jadi madrasah baru buat Bunda. Harus benar – benar
belajar dari nol. Belajar merombak segalanya, merombak ego, merombak emosi.
Sampai kurang tidurpun sudah menjadi makanan sehari – hari. Kalau teringat
ketika itu rasanya berat sekali buat Bunda. Padahal sebenarnya enggak, karena
senyumanmu adalah penawar segalanya, pengobat lelah hati Bunda sayang.
Kini kau pun bertambah besar, Bunda selalu menikmati
tumbuh kembangmu. Sekarang kau sedang hobi menangis dan susah untuk diajak
mandi. Ya Allah ada – ada saja ulahnya ini anak. Dulu ketika kamu masih berusia
2 – 3 bulan, Bunda sering berharap kapan besarmu nak, lekas ini lekas itu agar
Bunda bisa bekerja. Eh subhanallah Allah
membalikkan semua, bertambah usiamu bukannya bisa ditinggal kerja, engkau malah
tak mau ditinggal. Bunda harus rela meninggalkan karir demi dirimu. Mungkin inilah
jawaban terbaik Tuhan agar Bunda bisa mendidikmu, merawatmu, mengajarmu,
melihat tumbuh kembangmu secara langsung. Bunda begitu bersyukur karena dari
sini bisa mendidik dan merawatmu dengan
tangan sendiri, bisa bangun karir Bunda
dari rumah sedari menemanimu. Dengan ini pula Bunda belajar banyak hal untuk menata
diri, menata emosi, menata hati untuk jadi lebih baik, mencoba menjadi Ibu
terbaik untukmu meski banyak kurang dalam diri.
Ya, banyak kekurangan dalam diri ini. Emosional, suka
marah – marah, bentak – bentak, enggak sabaran, mudah tersinggung itulah sosok
Bunda yang sekarang tercermin dalam dirimu. Ayah sering mengingatkan akan hal itu. Agar sifatku tak menular ke buah
hatiku. Memang benar adanya kalau buah jatuh itu tak jauh dari pohonnya.
Mungkin anggapan itu rasanya pas sekali dengan kondisi ini. Tapi aku tak ingin
dan tak rela itu terjadi dengan putriku, cukup berhenti sampai di Bunda sifat
buruk ini. Berbagai upaya bunda lakukan untuk membentengi sifat ini menular ke
dirimu. Aneka mainan, buku parenting bunda lahap untuk ambil ilmu dan praktekkan,
sulit memang tapi berusaha konsisten untuk memberikan yang terbaik buatmu.
Kalau dulu sebelum engkau lahir Ayah dan Bunda sibuk
mempersiapkan segala keperluan untuk menyambutmu investasi terbaik buatmu nak.
Dengan segala keterbtasan ayah bunda, kami ingin tetap memberi yang terbaik dan
menjadi yang terbaik buatmu membekalimu ilmu sejak dini. Mendidik akhlakmu
sedini mungkin itulah cita – cita kami. Dan ayah bunda terus berdoa semoga
engkau jadi anak yang sholihah, berguna bagi sesama, berbakti kepada kedua
orang tua.
Menulis rangkaian kata ini membuat hati terenyuh saat
menatapmu. Bagaimana tidak, teringat akan berita yang sering muncul di media.
Teganya seorang Bunda yang membuang ataupun membunuh bayinya. Bagaimana mungkin
bisa, dimana naluri sebagai seorang Ibu. Seorang bayi yang harusnya disyukuri
dan sebagai anugerah terindah dan dikasihi. Mereka itu malaikat kita sebagai
orang tua. Teringat akan sebuah dialog antara seorang bayi yang akan turun ke dunia
dengan Tuhannya. Entah dimana saya mendengarnya saya lupa.
“Ya Tuhan, aku hanya ingin di surga, aku tidak mau
lahir ke dunia.” Pinta si bayi.
Dengan lemah lembut
Tuhan pun menjawab “Kenapa engkau tak ingin dilahirkan?”.
Si bayi pun berkata
“aku tetap ingin di surga Tuhan, disini aku bisa bernyanyi – nyanyi riang.”
Tuhan pun berkata
dengan lembutnya. “disana kau pun akan dinyanyikan oleh malaikat penjagamu, ia
akan senantisa bernyanyi dan menggembirakanmu”.
Si bayi pun bertanya lagi “Siapa yang akan menjagaku
disana nanti?”
Tuhan pun menjawab “Malaikatmu yang akan senantiasa
menjagamu, dia dengan sekuat tenaga dan kemampuannya akan selalu melindungimu”
Si bayi pun tak berhenti bertanya “lalu bagaimana aku
berbicara denganmu kelak, jika aku di dunia” dengan sabarnya Tuhan pun menjawab
“malaikatmu yang akan mengajari engkau bagaimana berdoa, berkomunikasi dan
berbicara dengan Ku”
“Ya, Tuhan tapi ini belum membuatku tenang” kata Si bayi
“Siapakah malaikat
itu, yang menemaniku, yang melindungiku, yang mengajarkanku?” Tanya Si bayi itu
lagi.
Tuhan pun menjawab “ Malaikat itu adalah Ibu, Ibu dan Ibu…”
Tak kuasa hati ini membaca percakapan itu. Bagiku sebagai
seorang Ibu, engkaulah putri kecilku malaikat pelipur laraku dan bagimu
bundalah malaikat pelindungmu. Bunda akan menjaga, melindungi, merawat,
mendidikmu dengan segala kemampuan agar kelak engkau jadi hamba yang bertakwa.
Aamiin…
Komentar
Posting Komentar